Rabu, 18 November 2015

Psikologi Manajemen

Andri Putri Hardiyanti
10513950
3PA08


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
            Leadership mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
            Oleh karena itu kita harus mengetahui dimana letak kepemimpinan yang baik dan dikatakan bijak dalam kehidupan ini. Kita sebagai bangsa Indonesia yang memahami nilai-nilai moral agama dan sopan santun patut menerapkan bagaimana cara menjadi pemimpin yang baik dan benar dimata umat

B. Rumusan Masalah
     1. menganalisis film
     2. teori-teori

C. Tujuan
     Menganalisis sebuah film tentang leadership dan teori-teori.


BAB II
TEORI

A. Analisis Film

THE RAID
            Dimulai dengan adegan pagi hari yang sejuk, Rama(Iko Uwais) beranjak dari tempat tidurnya, subuh dan mencium kening istrinya yang sedang hamil. Pagi buta, sebagai salah satu anggota SWAT paling baru, Rama harus bersiap untuk melakukan serangan. Bersama dengan tim SWAT, Rama tiba di sebuah blok apartemen yang tidak terurus dengan misi menangkap pemiliknya seorang raja bandar narkotik bernama Tama (Ray Sahetapy). Blok ini tidak pernah digerebek atau pun tersentuh oleh polisi sebelumnya. Sebagai tempat yang tidak dijangkau oleh pihak berwajib, gedung tersebut menjadi tempat berlindung para pembunuh, anggota geng, pemerkosa, dan pencuri yang mencari tempat tinggal aman.

            Kelompok SWAT diam-diam merambah ke dalam gedung dan mengendalikan setiap lantai yang mereka naiki dengan mantap. Tetapi ketika mereka terlihat oleh pengintai Tama, penyerangan mereka terbongkar. Dari penthouse suite-nya, Tama menginstruksikan untuk mengunci gedung apartemen dengan memadamkan lampu dan menutup semua jalan keluar. Bahkan untuk memburu semua pasukan SWAT, Tama memberikan bonus bebas biaya sewa untuk siapapun yang berhasil membantai pasukan SWAT. Pertempuran semakin sengit di lantai 6 saat komunikasi pun terputus antar pasukan.

Terjebak di lantai 6 tanpa komunikasi dan diserang oleh penghuni apartemen yang diperintahkan oleh Tama, tim SWAT harus berjuang melewati setiap lantai dan setiap ruangan untuk menyelesaikan misi mereka dan bertahan hidup. Tidak bisa meminta bantuan dari kesatuan dan tidak ada jalan keluar kecuali menemui dan membunuh Tama di lantai teratas. Tama yang terus memonitor pertempuran di dalam apartemennya, membuat jebakan-jebakan untuk menghambat laju pasukan SWAT.

B. Kajian Teori

1.      Menurut Ordway Tead (1935)
      Kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan yang mereka inginkan.
2.      Menurut Harold Koontz & Cyrill O’Donnelle (1976)
      Kepemimpinan adalah seni membujuk bawahan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka dengan semangat keyakinan.
3.      Menurut Gary Yukl
      Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju tentang apa yang perlu dikerjakan dan bagaimana tugas itu dapat dilakukan secara efektif.
KESIMPULAN
          Dalam film ini Keinginan bertahan hidup membuat Rama terus melaju mengalahkan lawan-lawannya. Dari satu lantai ke lantai yang lain, Rama bertemu dengan musuh yang berbeda-beda namun sama bengisnya. Sampai saat bertemu dengan Tama, Rama dibenturkan dengan ajudan setia Rama, Macdog (Yayan Ruhian). Berjuang sampai titik darah penghabisan, Rama menggunakan semua kemampuan beladirinya.
SARAN
          Dengan mengetahui hal tersebut, apabila seseorang ingin menjadi seorang pemimpin maka akan mudah bagi mereka untuk menjalankan tugas sebagai seorang pemimpin yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Fatah, Nanang. 2009. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Putong, S. I. 2015. Kepemimpinan.

Rabu, 11 November 2015

TUGAS KE-5 PSIKOLOGI MANAJEMEN

Andri Putri Hardiyanti
10513950
3PA08


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
    Sehari hari kita selalu melakukan aktivitas-aktivitas. Hal yang kita lakukan ini memiliki sebuah dorongan untuk melakukan hal tersebut. Dorongan tersebut dapat kita sebut sebagai motivasi. Motivasi adalah sebuah dorongan dari individu untuk melakukan sesuatu dalam mencapai sebuah tujuan. Motivasi tersebut dapat menjadi sebuah hal yang baik atau pun buruh. Hal ini didasarkan pada kuatnya motivasi yang diinginkan oleh individu tersebut. Beberapa hal yang memengaruhi tercapai atau tidaknya tujuan tersebut adalah pengaruh lingkungan dan diri sendiri. Dalam bahasan kali ini, kami akan membahas mengenai film Joshua Oh Joshua. Dalam film ini terdapat hal yang dapat memotivasi kita untuk selalu berprestasi walaupun terhalang oleh keadaan lingkungan.

B. Rumusan Masalah
     1. menganalisis film
     2. teori-teori

C. Tujuan
     Menganalisis sebuah film tentang motivasi.

BAB II
TEORI

      A. Review Film
    Dalam pertemuan kali ini, saya akan membahas film yang memiliki unsur motivasi. Film tersebut adalah Joshua Oh Joshua yang telah ditayangkan pada tahun 2001. Film ini menceritakan seorang anak laki laki bernama Jojo yang terpisah oleh orang tuanya saat ia masih bayi. Jojo diambil oleh seorang wanita yang memiliki gangguan jiwa dan ditinggalkan di sebuah pos. Setelah itu, Jojo dotemukan oleh sepasang suami istri yang bekerja sebagai pemulung. Jojo dibawa ke rumah mereka lalu mereka rawat. Jojo selalu diperlakukan secara kasar oleh ibunya saat di rumah. Jojo sering dipukuli dan tidak jarang ia dibentak oleh ibu angkatnya. Walaupun Jojo sering dipukuli oleh ibu angkatnya, Jojo tetap rajin belajar dan Jojo merupakan anak yang pintar dan sering menduduki peringkat pertama di kelasnya.
Jojo tidak seperti anak lain yang hanya bersekolah lalu pulang ke rumah untuk bermain. Jojo juga bekerja mengamen, menjual kantong plastik di pusat perbelanjaan dengan temannya Jejen, yang merupakan tetangga sekaligus teman dekat Jojo.
Jojo akhirnya dipertemukan oleh orang tuanya saat Jojo menerima penghargaan juara umum di sekolahnya.
      B. Kajian Teori
Motif berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak atau bahasa inggrisnya adalah to move. Motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat. Menurut Walgito (dalam Basuki, 2004) motivasi adalah keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan. Sedangkan menurut Plotnik (dalam Basuki, 2005) motivasi mengacu pada berbagai faktor fisiologi dan psikologi yang menyebabkan seseorang melakukan aktivitas dengan cara yang spesifik pada waktu tertentu.. Terdapat beberapa teori mengenai motivasi, yaitu:

       1. Teori Drive
            Teori ini dapat diuraikan sebagai teori dorongan tentang motivasi, perilaku ini didorong ke arah tujuan oleh keadaan keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Secara umum, teori drive mengarahkan kepada hal suatu keadaan dorongan internal yang muncul, individu didorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang  akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong.

      2. Teori Intensif
            Teori insentif merupakan kebalikan dari teori drive, teori insentif adalah teori dorongan tentang motivasi karena ciri ciri tertentu yang mereka miliki, objek tujuan mendorong perilaku learah tujuan tersebut. Objek tujuan yang memotivasi perilaku disebut sebagai insentif. Satu bagian penting dari banyak teori insentif adalah bahwa individu individu mengharapkan kesenangan dari pencapaian dari apa yang mereka sebut insentif positif dan dari penghindaran dari apa yang disebut insentif negatif.

      3. Teori Oponen Proses
            Pandangan hedonistik tentang perilaku mengatakan bahwa kita dimotivasi untuk mencari tujuan yang memberi kita perasaan emosi yang enak dan menghindari tujuan yang menghasilkan ketidakenakan, Teori proses oponen mengambil suatu pandangan hedonistik tentang motivasi. Tetapi ini adalah hanya suatu permulaan karena teori itu mempunyai beberapa hal yang menarik untuk dikatakan tentang apa yang menyenangkan dan apa yang tidak menyenangkan (Solomon & Corbit, 1986). Dasar dari teori ini adalah pengamatan bawa banyak keadaan emosi motivasi diikuti oleh keadaan yang bertentangan atau berlawanan.

      4.  Teori Tingkat Optimal
            Teori tingkat optimal disebut juga teori yang baik baik saja. Individu dimotivasi untuk berperilaku dalam suatu cara untuk mencapai tingkat dorongan yang optimal. Contohnya jika dorongan itu terlalu rendah seseorang akan mencari situasi atau stimulus yang menaikkan dorongan itu, jika dorongan terlalu tinggi perilaku akan diarahkan ke arah penurunan dorongan.

ANALISA FILM
            Dalam film Joshua Oh Joshua, Jojo tetap bersemangat dan tetap rajin belajar hingga meraih juara umum di sekolahnya. Walaupun ia tumbuh dari keluarga yang kurang mampu dan di didik secara kasar oleh ibu angkatnya dan harus bekerja, hal ini tidak menunjukkan bahwa dia putus asa dan menyerah. Dalam hal ini kita dapat kaitkan dengan teori oponen proses dimana  keadaan sangat bertentangan dengan emosi motivasi yang dimiliki Jojo.


DAFTAR PUSTAKA
Basuki, A. M. H. (2008). Psikologi Umum. Jakarta : Universitas Gunadarma

Prabowo, H. & Riyanti, B. P. D. (1998). Psikologi Umum 2. Jakarta : Universitas Gunadarma

Rabu, 04 November 2015

TUGAS 4 : PSIKOLOGI MANAJEMEN

Andri Putri Hardiyanti
10513950
3PA08


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
      Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi disbanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik. Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri. Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.
B.     Rumusan Masalah
1.      Definisi leadership
2.      Teori kepemimpinan menurut para tokoh

C.    Tujuan Masalah
      Untuk memahami definisi leadership dan menjelaskan teori-teori kepemimpinan menurut para tokoh.
     

BAB II
TEORI


A.    Definisi Leadership
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Dimana seseorang punya pengaruh dalam satu kelompok untuk menggerakkan individu lain meraih tujuan bersama. Dengan demikian, pemimpin bukan saja orang yang memiliki sifat utama kepemimpinan, tetapi juga mampu mengaktualisasikannya.
Menurut H. Gerth & C.W. Mills kepemimpinan dalam arti luas adalah suatu hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin dalam mana pemimpin lebih banyak mempengaruhi dari pada dipengaruhi, disebabkan karena pemimpin menghendaki yang dipimpin berbuat seperti dia dan tidak berbuat lain yang diinginkan sendiri.
N. Copeland mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni perlakuan terhadap manusia. Ini adalah seni mempengaruhi sejumlah orang dengan persuasi atau dengan teladan untuk mengikuti serangkaian tindakan.
Dalam Nawawi dan Hadari (2006) terdapat definisi kepemimpinan, yaitu kemampuan atau kecerdasan yang mendorong sejumlah orang agar bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan yang terarah pada tujuan bersama.
Menurut Yukl (2005) kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi efektivitas dan keberhasilan suatu organisasi.
Dari berbagai definisi kepemimpinan dari para tokoh dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan individu dalam mempengaruhi orang lain untuk melakukan suatu tujuan bersama atau ikut berkontribusi dalam keberhasilan suatu organisasi. Kemapuan ini meliputi cara mempengaruhi, memotivasi, membangun suatu hubungan, dan seni dalam mengajak orang lain untuk ikut bekerja sama bersama.


B.     Teori Kepemimpinan Partisipatif
      Beberapa teori kepemimpinan menurut para tokoh, yaitu :
1.      Teori x & teori y dari Douglas MxGregor
Teori prilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.

a. Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
b. Teori Y
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.

Teori ini merupakan salah satu teori kepemimpinan yang masih banyak penganutnya. Menurut McGregor, organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Teori.Y.

2.      Teori sistem 4 dari Rensis Likert
Gaya Kepemimpinan yang berlandaskan pada hubungan antara manusia melalui hasil produksi dari sudut pandang manajemen yang kemudian dikenal dengan Four Systems Theory. Empat Sistem Kepemimpinan menurut Likert tersebut antara lain :

1. Sistem Otokratis Eksploitif
Pada sistem Otokratis Eksploitif ini, pemimpin membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh pemimpin. Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan satu arah ke bawah (top-down).
Ciri-ciri sistem otokratis eksploitif ini antara lain:
a. Pimpinan menentukan keputusan
b. Pimpinan menentukan standar pekerjaan
c. Pimpinan menerapkan ancaman dan hukuman
d. Komunikasi top down

2. Sistem Otokratis Paternalistic
Pada sistem ini, Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan memperbolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan masih melakukan pengawasan yang ketat.
Ciri-ciri dri sistem Otokratis Paternalistic atau Otoriter Bijak, antara lain:
a. Pimpinan percaya pada bawahan
b. Motivasi dengan hadiah dan hukuman
c. Adanya komunikasi ke atas
d. Mendengarkan pendapat dan ide bawahan
e. Adanya delegasi wewenang

3. Sistem Konsultatif
Pada sistem ini, Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan – keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
Pemimpin mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar. Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh bawahan.
Ciri-ciri Sistem konsultatif antara lain:
a. Komunikasi dua arah
b. Pimpinan mempunyai kepercayaan pada bawahan
c. Pembuatan keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas

4. Sistem Partisipatif
Sistem partisipatif adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila pemimpin secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, pemimpin tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting. Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.
Ciri-ciri Sistem Partisipatif antara lain:
a. Team work
b. Adanya keterbukaan dan kepercayaan pada bawahan
c. Komunikasi dua arah (top down and bottom up)

3.      Teori of leadership Pattern choice dari Tannenbaum & Schmidt
Tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis salah satu artikel yang paling revolusioner yang pernah muncul dalam The Harvard Business Review. Artikel ini, berjudul “Bagaimana Memilih sebuah Pola Kepemimpinan, adalah signifikan dalam bahwa itu menunjukkan gaya kepemimpinan adalah pilihan manajer.


Tujuh “pola kepemimpinan” yang di identifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt.
Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan. Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin. Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.

1)  Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.”
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.
2)  Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik
3) Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan maka pemimpin membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
4) Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.”
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
5) Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
6)  Kepemimpinan Pola 6: “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.”
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
7) Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.”Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.

4.      Teori kepemimpinan dari konsep Modern Choice Approach to Participation yang memuat decicion tree for leadership dari Vroom & Yetton
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kepada para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yang tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.

Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
a. AI (Autocratic)
Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan informasi yang ada.
b. AII (Autocratic)
Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat keputusan unilateral.
c. CI (Consultative)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
d. CII (Consultative)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
e. GII (Group Decision)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.

Dalam memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para pemimpin perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: apakah kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tersebut, apakah permasalahannya telah terstruktur dengan baik. Dalam kaitannya dengan penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting untuk efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para bawahan menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah ini.


a. Normative Theory: Rules Designed To Protect Decision Quality (Vroom & Yetton, 1973).
b. Leader Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasi atau ahli untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.
c. Goal Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
d. Unstructured Problem Rule: Jika kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
e. Acceptance Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, eliminasi gaya autocratic.
f. Conflict Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, dan mereka memegang opini konflik di luar makna pencapaian beberapa sasaran, eliminasi gaya autocratic.
g. Fairness Rule: Jika kualitas keputusan tidak penting, namun pencapaiannya penting, maka gunakan gaya yang paling partisipatif.
h. Acceptance Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil dari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling partisipatif.
Model ini membantu pemimpin dalam menentukan gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi. Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai pada segala situasi. Fokus utama harus pada masalah yang akan dihadapi dan situasi di mana masalah ini terjadi. Gaya kepemimpinan yang digunakan pada satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi lain.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
1.      Beberapa proses sosial mempengaruhi tingkat partisipasi bawahan dalam pemecahan masalah.
2.      Spesifikasi kriteria untuk menilai keefektifan keputusan yang termasuk dalam keefektifan keputusan antara lain: kualitas keputusan, komitmen bawahan, dan pertimbangan waktu.
3.      Kerangka untuk menggambarkan perilaku atau gaya pemimpin yang spesifik.
4. Variabel diagnostik utama yang menggambarkan aspek penting dari situasi   kepemimpinan.

5.      Teori kepeimimpinan dari konsep Contigency theory of leadership dari Fiedler
Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok          dalam kaitannya dengan situasi-situasi yg spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi            sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach. Asumsi dasar adalah bahwa sangat sulit bagi pemimpin untuk mengubah gaya kepemimpinan yang telah membuat ia berhasil, penekanan pada efektifitas dari suatu kelimpok, efektivitas suatu organisasi tegantung pada (is contingent upon), dua variable yang saling berinteraksi yaitu: 1) system motivasi dari pemimpin, 2) tingkat atau keadaan yang menyenangkan dari situasi.
Model kepemimpinan kontijensi Fiedler (1964, 1967) menjelaskan bagaimana situasi menengahi hubungan antara efektivitas kepemimpinan dengan ukuran ciri yang disebut nilai LPC rekan kerja yang paling tidak disukai (Yukl, 2005:251). Fiedler menemukan bahwa tugas pemimpin berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol rendah dan moderat dan hubungan manajer berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol moderat.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif disbanding pemimpinan dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).

System kepemimpinan dibagi menjadi 3 dimensi:
1. Hubungan pemimpin-pengikut
Pemimpin akan mempunyai lebih banyak kekuasaan dan pengaruh, apabila ia dapat menjalin hubungan yang baik dengan anggota-anggotanya, artinya kalau ia disenangi, dihormati dan dipercaya.
2. Struktur tugas
Bahwa penugasan yang terstruktur baik, jelas, eksplisit, terprogram, akan memungkinkan pemimpin lebih berpengaruh dari pada kalau penugasaan itu kabur, tidak jelas dan tidak terstruktur.
3. Posisi kekuasaan
Pemimpin akan mempunyai kekuasaan dan pengaruh lebih banyak apabila posisinya atau kedudukannya memperkenankan ia memberi hukuman, mengangkat dan memecat, dari pada kalau ia memiliki kedudukan seperti itu.


6.      Teori kepemimpinan dari konsep Path Goal theory
Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka berikan terhadap motivasi para pengikut, kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap sebagai path-goal karena terfokus pada bagaimana pemimpim mempengaruhi persepsi dari pengikutnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan (Ivancevich, dkk, 2007:205).
Dasar dari path goal adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal dari path goal menyatakan bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin yang bagus dalam memberikan imbalan pada bawahan dan membuat imbalan tersebut dalam satu kesatuan (contingent) dengan pencapaian bawahan terhadap tujuan sepsifik.
Perkembangan awal teori path goal menyebutkan empat gaya perilaku spesifik dari seorang pemimpin meliputi direktif, suportif, partisipatif, dan berorientasi pencapaian dan tiga sikap bawahan meliputi kepuasan kerja, penerimaan terhadap pimpinan, dan harapan mengenai hubungan antara usaha, kinerja, imbalan.
Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi



KESIMPULAN
      Kepemimpinan menurut para peneliti dan praktisi mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka. Teori kepemimpinan partisipatif dibagi menjadi enam macam yaitu: Teori X & Teori Y dari Dougles Mc Gregor, Teori 4 sistem dari Rensit Likert, Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannebowm and Schmidt, Teori kepemimpinan dari konsep modern choice approach participation yang memuat decicion tree for leadership dari vroom & yetten, Teori kepemimpinan dari konsep Contingency Theory of Leaderhip dari Fiedler dan Teori kepemimpinan dari konsep path goal theory.




DAFTAR PUSTAKA

Alfian, M. Alfan. (2009). Menjadi pemimpin politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ismainar, H. (2015). Manajemen unit kerja. Yogyakarta: Deepublish.
Ivancevich, dkk. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta : Erlangga.
Purwanto, D. 2006. Komunikasi Bisnis. Jakarta: PENERBIT ERLANGGA
Kartini Kartono. 1998. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT. Grafindo Persada
Djamaludin Ancok. Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional dengan Motivasi Bawahan di Militer. Journal of Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Volume 32. No. 2. Hal: 112-127.
https://ikachessmeilana.wordpress.com/2013/06/02/teori-kepemimpinan-likert/