Andri Putri Hardiyanti
10513950
3PA08
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi
disbanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk
berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang
buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan
dengan baik. Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan
social manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber
daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak
untuk memimpin dirinya sendiri. Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat
mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam
penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut
kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat
terselesaikan dengan baik.
B.
Rumusan
Masalah
1. Definisi
leadership
2. Teori
kepemimpinan menurut para tokoh
C.
Tujuan
Masalah
Untuk memahami definisi
leadership dan menjelaskan teori-teori kepemimpinan menurut para tokoh.
BAB
II
TEORI
A.
Definisi
Leadership
Kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan
sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai
tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Dimana seseorang
punya pengaruh dalam satu kelompok untuk menggerakkan individu lain meraih
tujuan bersama. Dengan demikian, pemimpin bukan saja orang yang memiliki sifat
utama kepemimpinan, tetapi juga mampu mengaktualisasikannya.
Menurut H. Gerth & C.W. Mills kepemimpinan dalam arti luas
adalah suatu hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin dalam mana pemimpin
lebih banyak mempengaruhi dari pada dipengaruhi, disebabkan karena pemimpin
menghendaki yang dipimpin berbuat seperti dia dan tidak berbuat lain yang
diinginkan sendiri.
N. Copeland mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni perlakuan terhadap
manusia. Ini adalah seni mempengaruhi sejumlah orang dengan persuasi atau
dengan teladan untuk mengikuti serangkaian tindakan.
Dalam Nawawi dan Hadari (2006) terdapat definisi kepemimpinan, yaitu
kemampuan atau kecerdasan yang mendorong sejumlah orang agar bekerjasama dalam
melaksanakan kegiatan yang terarah pada tujuan bersama.
Menurut Yukl (2005) kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk
mempengaruhi, memotivasi dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya
demi efektivitas dan keberhasilan suatu organisasi.
Dari berbagai definisi kepemimpinan dari para tokoh dapat disimpulkan
bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan individu dalam mempengaruhi orang
lain untuk melakukan suatu tujuan bersama atau ikut berkontribusi dalam
keberhasilan suatu organisasi. Kemapuan ini meliputi cara mempengaruhi, memotivasi,
membangun suatu hubungan, dan seni dalam mengajak orang lain untuk ikut bekerja
sama bersama.
B.
Teori
Kepemimpinan Partisipatif
Beberapa
teori kepemimpinan menurut para tokoh, yaitu :
1.
Teori
x & teori y dari Douglas MxGregor
Teori prilaku adalah
teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin
dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh
Douglas McGregor dalam buku The Human
Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan
memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x
atau teori y.
a. Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya
manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar
dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki
ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas
jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus
diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang
diinginkan perusahaan.
b. Teori Y
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja
adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja
tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki
pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan.
Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami
tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak
harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.
Teori ini merupakan
salah satu teori kepemimpinan yang masih banyak penganutnya. Menurut McGregor,
organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan
keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Teori.Y.
2.
Teori
sistem 4 dari Rensis Likert
Gaya Kepemimpinan yang
berlandaskan pada hubungan antara manusia melalui hasil produksi dari sudut
pandang manajemen yang kemudian dikenal dengan Four Systems Theory. Empat
Sistem Kepemimpinan menurut Likert tersebut antara lain :
1. Sistem Otokratis Eksploitif
Pada sistem Otokratis
Eksploitif ini, pemimpin membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja
dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode
pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh pemimpin. Pemimpin tipe ini sangat
otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap bawahannya, memotivasi
bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan satu arah ke
bawah (top-down).
Ciri-ciri sistem otokratis eksploitif
ini antara lain:
a. Pimpinan menentukan keputusan
b. Pimpinan menentukan standar pekerjaan
c. Pimpinan menerapkan ancaman dan
hukuman
d. Komunikasi top down
2. Sistem Otokratis Paternalistic
Pada sistem ini,
Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan
untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Berbagai
fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.
Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan
ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan memperbolehkan komunikasi ke atas.
Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam
pengambilan keputusan masih melakukan pengawasan yang ketat.
Ciri-ciri dri sistem Otokratis
Paternalistic atau Otoriter Bijak, antara lain:
a. Pimpinan percaya pada bawahan
b. Motivasi dengan hadiah dan hukuman
c. Adanya komunikasi ke atas
d. Mendengarkan pendapat dan ide bawahan
e. Adanya delegasi wewenang
3. Sistem Konsultatif
Pada sistem ini,
Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah
hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan
– keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih
digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
Pemimpin mempunyai
kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar. Pemimpin menggunakan balasan
(insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang menggunakan ancaman atau
hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh
bawahan.
Ciri-ciri Sistem konsultatif antara
lain:
a. Komunikasi dua arah
b. Pimpinan mempunyai kepercayaan pada
bawahan
c. Pembuatan keputusan dan kebijakan
yang luas pada tingkat atas
4. Sistem Partisipatif
Sistem partisipatif
adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana
organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan
keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila pemimpin secara formal
yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan
pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, pemimpin tidak
hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba
memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting. Pemimpin
mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, menggunakan insentif ekonomi
untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai
kelompok kerja.
Ciri-ciri Sistem Partisipatif antara
lain:
a. Team work
b. Adanya keterbukaan dan kepercayaan
pada bawahan
c. Komunikasi dua arah (top down and
bottom up)
3.
Teori
of leadership Pattern choice dari Tannenbaum & Schmidt
Tahun 1957, Robert
Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis salah satu artikel yang paling
revolusioner yang pernah muncul dalam The Harvard Business Review. Artikel ini,
berjudul “Bagaimana Memilih sebuah Pola Kepemimpinan, adalah signifikan dalam
bahwa itu menunjukkan gaya kepemimpinan adalah pilihan manajer.
Tujuh “pola kepemimpinan”
yang di identifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt.
Pola kepemimpinan ditandai dengan
angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi
definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan.
Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh
penggunaan wewenang oleh bawahan.Otoriter (tugas berorientasi) pola
kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin. Perhatikan
bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis)
penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
1)
Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas
yang ditentukan oleh superior.”
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota
tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.
2)
Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta
kelompok untuk membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa
anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa
memutuskan mana hari adalah yang terbaik
3) Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin
menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan maka pemimpin membuat
keputusan.”
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk
menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim
akan bertemu.
4) Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin
tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh
kelompok.”
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya
apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan
hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
5) Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin
menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia
sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin
kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
6)
Kepemimpinan Pola 6: “Para pemimpin membuat keputusan kemudian
meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.”
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada
anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian
meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
7) Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin
membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.”Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa
tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan
bahwa berita itu kepada tim.
4.
Teori
kepemimpinan dari konsep Modern Choice Approach to Participation yang memuat
decicion tree for leadership dari Vroom & Yetton
Salah satu tugas utama
dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan-keputusan yg
dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kepada para bawahan
mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah
kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan melaksanakan
tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan
lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yang tidak mampu
membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi
bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja,
mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.
Normative Theory dari Vroom and Yetton
sebagai berikut :
a. AI (Autocratic)
Pemimpin memecahkan masalah atau membuat
keputusan secara unilateral, menggunakan informasi yang ada.
b. AII (Autocratic)
Pemimpin memperoleh informasi yang
dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat keputusan unilateral.
c. CI (Consultative)
Pemimpin membagi permasalahan dengan
bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara
unilateral.
d. CII (Consultative)
Pemimpin membagi permasalahan dengan
bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan
secara unilateral.
e. GII (Group Decision)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya
secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap
konsensus.
Dalam
memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para pemimpin
perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: apakah
kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya memiliki
informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tersebut, apakah
permasalahannya telah terstruktur dengan baik. Dalam kaitannya dengan
penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting untuk
efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para bawahan
menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah ini.
a. Normative Theory: Rules Designed To
Protect Decision Quality (Vroom & Yetton, 1973).
b. Leader Information Rule: Jika
kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasi atau ahli untuk
memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.
c. Goal Congruence Rule: Jika kualitas
keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar,
aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
d. Unstructured Problem Rule: Jika
kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup informasi dan ahli dan
masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
e. Acceptance Rule: Jika persetujuan
dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, eliminasi gaya
autocratic.
f. Conflict Rule: Jika persetujuan dari
bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, dan mereka memegang opini
konflik di luar makna pencapaian beberapa sasaran, eliminasi gaya autocratic.
g. Fairness Rule: Jika kualitas
keputusan tidak penting, namun pencapaiannya penting, maka gunakan gaya yang
paling partisipatif.
h. Acceptance Priority Rule: Jika
persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil dari keputusan
autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi,
gunakan gaya yang paling partisipatif.
Model ini membantu pemimpin dalam
menentukan gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi. Tidak ada satu gaya
yang dapat dipakai pada segala situasi. Fokus utama harus pada masalah yang
akan dihadapi dan situasi di mana masalah ini terjadi. Gaya kepemimpinan yang
digunakan pada satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam
situasi lain.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
1. Beberapa
proses sosial mempengaruhi tingkat partisipasi bawahan dalam pemecahan masalah.
2. Spesifikasi
kriteria untuk menilai keefektifan keputusan yang termasuk dalam keefektifan keputusan
antara lain: kualitas keputusan, komitmen bawahan, dan pertimbangan waktu.
3. Kerangka
untuk menggambarkan perilaku atau gaya pemimpin yang spesifik.
4. Variabel diagnostik utama yang
menggambarkan aspek penting dari situasi kepemimpinan.
5.
Teori
kepeimimpinan dari konsep Contigency theory of leadership dari Fiedler
Para pemimpin mencoba
melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam
kaitannya dengan situasi-situasi yg spesifik. Karena situasi dapat sangat
bervariasi sepanjang dimensi
yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak
ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik.
Penerimaan kenyataan
dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh
Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach. Asumsi dasar
adalah bahwa sangat sulit bagi pemimpin untuk mengubah gaya kepemimpinan yang
telah membuat ia berhasil, penekanan pada efektifitas dari suatu kelimpok,
efektivitas suatu organisasi tegantung pada (is contingent upon), dua variable
yang saling berinteraksi yaitu: 1) system motivasi dari pemimpin, 2) tingkat
atau keadaan yang menyenangkan dari situasi.
Model kepemimpinan
kontijensi Fiedler (1964, 1967) menjelaskan bagaimana situasi menengahi
hubungan antara efektivitas kepemimpinan dengan ukuran ciri yang disebut nilai
LPC rekan kerja yang paling tidak disukai (Yukl, 2005:251). Fiedler menemukan
bahwa tugas pemimpin berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol rendah
dan moderat dan hubungan manajer berorientasi lebih efektif dalam situasi
kontrol moderat.
Fiedler memprediksi
bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi
pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni
mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang
apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para
pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif disbanding pemimpinan dengan Low
LPC apabila kontrol situasinya moderat.
Model kepemimpinan
Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut
beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok
tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian
situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut
Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga
faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor
tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations),
struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
System kepemimpinan dibagi menjadi 3
dimensi:
1. Hubungan pemimpin-pengikut
Pemimpin akan mempunyai lebih banyak
kekuasaan dan pengaruh, apabila ia dapat menjalin hubungan yang baik dengan
anggota-anggotanya, artinya kalau ia disenangi, dihormati dan dipercaya.
2. Struktur tugas
Bahwa penugasan yang terstruktur baik,
jelas, eksplisit, terprogram, akan memungkinkan pemimpin lebih berpengaruh dari
pada kalau penugasaan itu kabur, tidak jelas dan tidak terstruktur.
3. Posisi kekuasaan
Pemimpin akan mempunyai kekuasaan dan
pengaruh lebih banyak apabila posisinya atau kedudukannya memperkenankan ia
memberi hukuman, mengangkat dan memecat, dari pada kalau ia memiliki kedudukan
seperti itu.
6.
Teori
kepemimpinan dari konsep Path Goal theory
Menurut model ini,
pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka berikan terhadap
motivasi para pengikut, kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap sebagai
path-goal karena terfokus pada bagaimana pemimpim mempengaruhi persepsi dari
pengikutnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan (Ivancevich, dkk, 2007:205).
Dasar dari path goal
adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal dari path goal menyatakan bahwa
pemimpin efektif adalah pemimpin yang bagus dalam memberikan imbalan pada
bawahan dan membuat imbalan tersebut dalam satu kesatuan (contingent) dengan
pencapaian bawahan terhadap tujuan sepsifik.
Perkembangan awal teori
path goal menyebutkan empat gaya perilaku spesifik dari seorang pemimpin
meliputi direktif, suportif, partisipatif, dan berorientasi pencapaian dan tiga
sikap bawahan meliputi kepuasan kerja, penerimaan terhadap pimpinan, dan
harapan mengenai hubungan antara usaha, kinerja, imbalan.
Model kepemimpinan
jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap
persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur
pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental.
Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi
ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi
KESIMPULAN
Kepemimpinan menurut para peneliti dan praktisi mendefinisikan
kepemimpinan sesuai dengan perspektif‐ perspektif individual dan aspek dari
fenomena yang paling menarik perhatian mereka. Teori kepemimpinan partisipatif
dibagi menjadi enam macam yaitu: Teori X & Teori Y dari Dougles Mc Gregor,
Teori 4 sistem dari Rensit Likert, Theory of Leadership Pattern Choice dari
Tannebowm and Schmidt, Teori kepemimpinan dari konsep modern choice approach
participation yang memuat decicion tree for leadership dari vroom & yetten,
Teori kepemimpinan dari konsep Contingency Theory of Leaderhip dari Fiedler dan
Teori kepemimpinan dari konsep path goal theory.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, M. Alfan. (2009). Menjadi pemimpin politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ismainar, H. (2015). Manajemen unit kerja. Yogyakarta:
Deepublish.
Ivancevich, dkk. 2007.
Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta : Erlangga.
Purwanto, D. 2006.
Komunikasi Bisnis. Jakarta: PENERBIT ERLANGGA
Kartini Kartono. 1998.
Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT. Grafindo Persada
Djamaludin Ancok. Hubungan
Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional dengan Motivasi Bawahan di
Militer. Journal of Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Volume 32. No.
2. Hal: 112-127.
https://ikachessmeilana.wordpress.com/2013/06/02/teori-kepemimpinan-likert/